Kelompok 9
A.
Menjelaskan fenomena representasi
kekuasaan dalam tindak tutur pada wacana kelas
Pemahaman wacana sebagai tuturan mengindikasikan bahwa
wacana juga memiliki jenis tertentu. Jenis itu terkait dengan konteks dan
fungsi penggunaannya. Jika ditinjau dari jenisnya, wacana kelas tergolong
sebagai wacana percakapan. Dalam wacana kelas, seorang guru memiliki kekuasaan
dalam melakukan tindak tutur di dalam kelas. Kekuasaan tersebut adalah kekuasaan
yang dibangun atas dasar manfaat. Bisa juga kita sebut kekuasaan keahlian.
Dalam konteks ini, ada tiga komponen tutur yang digunakan
untuk melihat representasi kekuasaan, yakni perbedaan peran instutisional
antara guru dengan siswa, tujuan tutur yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran, dan topik tutur sebagai pengendali alur pelakasanaan proses
pembelajaran, baik di kelas maupun di laboratorium.
B.
Pengertian kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh
seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari
pelaku. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi.
Van Djik mendefinisikan
kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok, satu
kelompok untuk mengontrol kelompok dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya
didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang,
status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol bersifat langsung dan fisik,
kekuasaan itu dipahami oleh Van Djik, juga berbentuk persuasif: tindakan
seorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi
kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.
C.
Jenis-jenis kekuasaan
Lee membagi kekuasaan menjadi tiga jenis, yaitu (1)
kekuasaan yang dibangun atas paksaan, (2) kekuasaan yang dibangun atas manfaat,
dan (3) kekuasaan yang dibangun atas prinsip kehormatan. Jika digunakan
kekuasaan paksaan, orang melakukannya bukan untuk mempengaruhi orang lain,
melainkan memaksa mereka agar menurut. Dalam hal ini kepatuhan dicapai lewat
ancaman, paksaaan fisik, atau apapun yang dilakukan untuk membangkitkan rasa
takut pada pihak yang didominasi. Kekuasaan manfaat didasarkan pada asumsi
pertukaran dan landasan keadilan. Keadilan artinya bahwapihak-pihak yang
terlibat dalam interaksi sama-sama transaksinya layak. Sementara itu, kekuasaan
atas prinsip kehormatan didasarkan pada sikap menghargai, menghormati, bahkan
mengasihi.
Menurut Jumadi, kekuasaan dibagi menjadi lima jenis, yaitu
(1) kekuasaan paksaan, (2) kekuasaan absah, (3) kekuasaan keahlian, (4)
kekuasaan hadiah, dan (5) kekuasaan acuan atau kekuasaan prilaku.
D.
Wujud Representasi Kekuasaan dalam
Tindak Tutur Direktif, Asertif, dan Ekspresif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dirancang
untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian tindak tutur ini
bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh seseorang
tersebut. Pembagian tindak direktif yang lebih rinci dilakukan oleh Bach dan
Harnish (1979: 47-48). Kedua pakar ini membagi tindak direktif menjadi lima
kelompok jenis, yakni kelompok (a) permintaan, yang mencakup meminta, memohon,
mengajak, mendorong, mengundang, dan menekan; (b) pertanyaan, yang mencakup
bertanya, berinkuiri, dan menginterograsi; (c) persyaratan, yang mencakup
mensyaratkan, memerintah, mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan,
mengintruksikan, dan mengatur: (d) larangan, yang mencakup melarang dan
membatasi; (e) persilaan, yang mencakup memberi izin, membolehkan, mengabulkan,
melepaskan, memperkenankan, memberi wewenang, dan menganugerahi; (f) nasihat,
yang mencakup menasihati, memperingatkan, mengusulkan, membimbing, dan
menyarankan.
Tindak tutur asertif menurut Searle (1976) adalah tindakan
yang berfungsi untuk memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Searle juga
membagi tindak tutur asertif mencakup tindak mempertahankan, menyatakan, dan
melaporkan.
Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi
untuk mengekspresikan perasaan dan sikap terhadap keadaan atau sesuatu.
Sedangkan menurut Searle (2001) menyatakan bahwa fokus utama tindak tutur ini
adalah untuk mengungkapkan keadaan psikologis seseorang yang ditetapkan oleh
kondisi kejujuran tentang keadaan. Tindak tutur ekspresif misalnya digunakan
mengungkapkan rasa terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa,
menyesalkan, permintaan maaf, dan mengecam.
Menurut Jumadi pembagian mengenai tindak tutur direktif,
asertif, dan ekpresif adalah sebagai berikut.
1. Tindak tutur direktif, meliputi
perintah, permintaan, larangan, persilaan, saran, dan pertanyaan.
2. Tindak tutur asertif, meliputi menegaskan,
menunjukkan, mempertahankan, dan menilai.
3. Tindak tutur ekspresif, meliputi
pernyataan rasa senang dan pernyataan rasa tidak senang.
Sumber rujukan
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Jumadi. 2005. Representasi
Kekuasaan dalam Wacana Kelas. Jakarta: Pusat Bahasa.