Senin, 29 April 2013

MEMAHAMI REPRESENTASI KEKUASAAN DALAM TINDAK TUTUR PADA WACANA KELAS



Kelompok 9
 
A.    Menjelaskan fenomena representasi kekuasaan dalam tindak tutur pada wacana kelas
Pemahaman wacana sebagai tuturan mengindikasikan bahwa wacana juga memiliki jenis tertentu. Jenis itu terkait dengan konteks dan fungsi penggunaannya. Jika ditinjau dari jenisnya, wacana kelas tergolong sebagai wacana percakapan. Dalam wacana kelas, seorang guru memiliki kekuasaan dalam melakukan tindak tutur di dalam kelas. Kekuasaan tersebut adalah kekuasaan yang dibangun atas dasar manfaat. Bisa juga kita sebut kekuasaan keahlian.
Dalam konteks ini, ada tiga komponen tutur yang digunakan untuk melihat representasi kekuasaan, yakni perbedaan peran instutisional antara guru dengan siswa, tujuan tutur yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran, dan topik tutur sebagai pengendali alur pelakasanaan proses pembelajaran, baik di kelas maupun di laboratorium.

B.     Pengertian kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi.
Van Djik mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok, satu kelompok untuk mengontrol kelompok dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Djik, juga berbentuk persuasif: tindakan seorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan.

C.    Jenis-jenis kekuasaan
Lee membagi kekuasaan menjadi tiga jenis, yaitu (1) kekuasaan yang dibangun atas paksaan, (2) kekuasaan yang dibangun atas manfaat, dan (3) kekuasaan yang dibangun atas prinsip kehormatan. Jika digunakan kekuasaan paksaan, orang melakukannya bukan untuk mempengaruhi orang lain, melainkan memaksa mereka agar menurut. Dalam hal ini kepatuhan dicapai lewat ancaman, paksaaan fisik, atau apapun yang dilakukan untuk membangkitkan rasa takut pada pihak yang didominasi. Kekuasaan manfaat didasarkan pada asumsi pertukaran dan landasan keadilan. Keadilan artinya bahwapihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sama-sama transaksinya layak. Sementara itu, kekuasaan atas prinsip kehormatan didasarkan pada sikap menghargai, menghormati, bahkan mengasihi.
Menurut Jumadi, kekuasaan dibagi menjadi lima jenis, yaitu (1) kekuasaan paksaan, (2) kekuasaan absah, (3) kekuasaan keahlian, (4) kekuasaan hadiah, dan (5) kekuasaan acuan atau kekuasaan prilaku.
D.    Wujud Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Direktif, Asertif, dan Ekspresif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dirancang untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian tindak tutur ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh seseorang tersebut. Pembagian tindak direktif yang lebih rinci dilakukan oleh Bach dan Harnish (1979: 47-48). Kedua pakar ini membagi tindak direktif menjadi lima kelompok jenis, yakni kelompok (a) permintaan, yang mencakup meminta, memohon, mengajak, mendorong, mengundang, dan menekan; (b) pertanyaan, yang mencakup bertanya, berinkuiri, dan menginterograsi; (c) persyaratan, yang mencakup mensyaratkan, memerintah, mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, mengintruksikan, dan mengatur: (d) larangan, yang mencakup melarang dan membatasi; (e) persilaan, yang mencakup memberi izin, membolehkan, mengabulkan, melepaskan, memperkenankan, memberi wewenang, dan menganugerahi; (f) nasihat, yang mencakup menasihati, memperingatkan, mengusulkan, membimbing, dan menyarankan.
Tindak tutur asertif menurut Searle (1976) adalah tindakan yang berfungsi untuk memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu. Searle juga membagi tindak tutur asertif mencakup tindak mempertahankan, menyatakan, dan melaporkan.
Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap terhadap keadaan atau sesuatu. Sedangkan menurut Searle (2001) menyatakan bahwa fokus utama tindak tutur ini adalah untuk mengungkapkan keadaan psikologis seseorang yang ditetapkan oleh kondisi kejujuran tentang keadaan. Tindak tutur ekspresif misalnya digunakan mengungkapkan rasa terimakasih, mengucapkan selamat, mengucapkan belasungkawa, menyesalkan, permintaan maaf, dan mengecam.
Menurut Jumadi pembagian mengenai tindak tutur direktif, asertif, dan ekpresif adalah sebagai berikut.
1. Tindak tutur direktif, meliputi perintah, permintaan, larangan, persilaan, saran, dan pertanyaan.
2. Tindak tutur asertif, meliputi menegaskan, menunjukkan, mempertahankan, dan menilai.
3. Tindak tutur ekspresif, meliputi pernyataan rasa senang dan pernyataan rasa tidak senang.
Sumber rujukan
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.
Jumadi. 2005. Representasi Kekuasaan dalam Wacana Kelas. Jakarta: Pusat Bahasa.